We Are Philosopie

Islam Fundamental

Posted by

Fundamentalisme adalah adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi), oleh sebab itu pengikut kelompok-kelompok paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada dilingkungan agamanya sendiri, dikarenakan anggapan diri sendiri lebih murni dan benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajarannya telah “tercemar”. Ini semua biasanya didasarkan pada tafsir atau interpretasi secara harafiah semua ajaran yang terkandung dalam kitab Suci atau buku pedoman lainnya.
Secara historic, istilah “Fundamentalisme” pada dasarnya diatributkan pada sekte protestan yang menganggap injil bersifat absolute dan sempurna dalam arti literal sehingga mempertanyakan satu kata yang ada dalam injil dianggap dosa besar dan tak terampuni.Konsep asal Fundamentalisme itu sekarang menjadi bagian masa lalu, selama lebih dari dua setengag dekade, interpretasi baru dari istilah ini menjadi populer karena disinonimkan dengan ekstremisme dan radikalisme yang berakar dari intoleransi agama.

Berbicara mengenai istilah Fundamentalism, banyak para sarjana (kususnya sarjana Muslim) mengakui bahwa penggunaan istilah “Fundamentalisme” sangat prolematik dan tidak tepat. Kaum Syiah yang dalam suatu pengertian umumnya dikenal sebagai Para Fundamentalis, tidak terikat pada penafsiran harfiah Al-Qur’an.

William Montgomery Watt mendefinisikan bahwa kelompok fundamentalis Islam adalah kelompok muslim yang secara sepenuhnya menerima pandangan dunia tradisional serta berkehendak mempertahankannya secara utuh.Fazlur Rahman sendiri tampaknya kurang suka memakai istilah fundamentalisme, lebih suka memakai istilah Revivalism. Seperti dalam bukunya Revival and Reform in Islam. Rahman yang digolongkan sebagai pemikir neo-modernis mengatakan bahwa pergerakan reformasi sosial pra-modern yangmenghidupkan kembali makna dan pentingnya norma-norma Al-Qur’an disetiap masa. Mereka adalah kelompok pra-modern “fundamentalis-tradisional-konservatif” yang memberontak melawan penafsiran Al-Qur’an yang digerakana oleh tradisi keagamaan, sebagai perlawanan terhadap penafsiran yang disandarkan pada hermeneutika Al-Qur’an antar teks(inter-textual). Menurut Rahman,dalam daftar kosa katanya, “fundamentalis” sejati adalah orang yang komitmen terhadap proyek rekontruksi atau rethinking (pemikiran kembali).
Fundamentalisme merupakan salah satu fenomena abad 20 yag paling banyak dibicarakan. Fudamentalisme selalu muncul dalam setiap agama besar dunia, tidak hanya Kristen dan Islam, Fundamentalisme juga terdapat pada agama Hindu, Budha, Yahudi dan Konfusianisme.[4] sehingga belum ada definisi yang jelas megenai istilah “Fundamentalisme” itu sendiri dikarenakan kemunculannya bermula pada pengistilahan yang dipakai oleh kaum protestan Amerika awal tahun 1900-an untuk membedakan diri dari kaum protestan yang lebih liberal.[5],sehingga sejak saat itu, istilah “fundamentalisme” dipakai secara bebas untu menyebut gerakan-gerakan purifikasi(pemurnian ajaran) yang terjadi diberbagai agama dunia dan mempunyai pola-pola tertentu dikarenakan fundamentalisme tersebut merupakan mekanisme pertahanan(defense mechanism) yang muncul sebagai reaksi atas krisis yang mengancam.Bentuk ideal keagamaan masyarakat dijawab dengan nostalgia sejarah melalui ajakan untuk selalu kembali ke masa lalu. Corak-corak dasar inilah yang membentuk sikap, pola pikir, serta perilaku keberagamaan seseorang. Ajaran agama harus senantiasa menjadi fundamen, dan setiap agama tentulah mensyaratkan hal itu.Hanya saja,yang laik diperselisihkan adalah mengapa sikap fundamental itu bersifat dokrinaldan cenderung kaku sehingga ia tidak kuasa bergerak palstis mengikuti kelenturan perkembangan sosial?

Dalam bahasa abid al-jabiri mengatakan ketika upaya kebebasan(Ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan. Oleh sebab tiu,fundamentalisme yang pada dasarnya bersifat positif lalu bergerak liar secara negative dan destruktif. Ruh agama tak lagi dijadikan kekuatan pembebas yangmenjunjung nilai luhur kemanusiaan (humanisme) dalam porsi yang pantas sebaliknya ia justru dijadikan kekuatan penebas yang memenggal paham dan pemikiran yag berbeda dan tak selaras.

Tepat di aras inilah sebenarnya urat nadi persoalan fundamentalisme agama terterakan. Dalam bahasa Abid al-Jabiri, ketika upaya kebebasan (baca: ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan.

Fundamentalisme merupakan gejala tiap agama dan kepercayaan untuk mempresetasikan pemberontakan terhadap moderntas seperti yang dikatakan oleh Karen Armstrong.Penyebab bermunculannya kaum fundamentalis diakibatkan arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya  perilaku masyarakat yang inmoral dan menyimpang dari norma-norma agama. Masuknya kebudayaan luar ke suatu daerah yang cenderung merusak tatanan hidup masyarakat yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur religiutas. hal ini menyebabkan kekhawatiran akan  tercabutnya akar-akar tatanan sosial masyarakat madani. kaum fundamentalis muncul sebagai penyaring dan pembendung dari hancurnya norma-norma agama.

Fundamentalisme berlebihan dari suatu golongan dapat berakibat radikalisme Karena keegoan golongan yang tidak jarang bahkan merugikan golongan yang lainnya.Imam Khatami, mantan presiden Iran, tidak segan-segan mengkrtik kubu fundamentalisme yang secara kaku menerjemahkan prinsip-prinsip agama sebagai “ramuan” masa lalu. Baginya fenomena agama mempunyai historis sosiologis sendiri. Dalam lingkup ini, histories sosiologis membentuk doktrin agama dengan menyesuaikan karakteristik konteks sosiologis yang melingkupinya, kalangan garis keras kini tidak menyadari hal ini. Mereka masih menduga bahwa permasalahan sekarang dapat ditanggulangi rumusan klasik. Padahal genap diyakini histories sosiologis anatara dulu dan sekarang sudah jauh berbeda,Maka belum tentu racikan orang pendahulu bisa dipakai orang sekarang.

Dalam orasinya ketika berkunjung ke cairo Mesir, Imam Khatami membagi Fundamentalisme ke dalam dua bagian:

1.      Fundamentalisme “yang keterlaluan”(Ushuliyyah mutharrifah)

2.      Fundamentalisme “yang dikehendaki”(Ushuliyyah mathlubah).[12]

Potrek fundamentalisme kedua ini termasuk dalam kategori anjuran agama yang diartikan memegang teguh nilai-nilai dasar yang digariskan islam,karena itu ia tidak menjadi masalah. Sedangkan yang sering menimbulkan masalah adalah potret fundamentalisme yang pertama dikarenakan banyanya sinyalement yang menunjukan dampak ekstrim mereka menyengsarakan umat. Perilakunya selalu terror. Fundamentalisme pertama sangat rawan mengancam stabilitasa keamanan bersama dikarenakan nalar yang ekstrim tersebut lahir karena masih “dibumbuhi”doktrin masala lalu,bagi mereka, rumusan doktrin tersebut adalah segala-galanya. Maka tidaklah heran seandainya realitas sebagai aspek historitas sosiologis jika tidak sesuai dengan doktrin mereka, pasti akan ditolaknya, Liku-liku perjanan realitas yang berubah dipaksa tunduk ketentuan paten yang dihasilkan ulama tempo dulu.

Ulil Absar dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam pengantar pada buku karangan Sumanto Al-Qurtubi “Lubang hitam Agama” Mengkritik fundamentalisme agama, mengungat islam tunggal. Menurut beliau ada dua model fundamentalisme:

      1.fundamentalisme rejeksionis

      2.Fundamentalisme eskapis-pietistik.

Model yang kedua menghendaki suatu cara hidup yang “lain” yang berbeda dari cara hidup sekuler sehigga menjadi jawaban atas problem keterasingan yang dialami manusia modern karena ia lahir dari perasaaan was-was,kawatir dan terancam dari sekularisme. Pada dasarnya fundamentalisme adalah kembali pada simbol-simbol keagamaan untuk mencari “rasa aman” dan ini terjadi pada pemeluk agama apapun. Pemeluk Islam mengenakan jilbab, orang nasrani memakai kalung salib, dan pemeluk agama yang lain pun memperjelas identitas keagamaan mereka. Muncul pula trend kaum lelaki muslim saling mencium pipi, dan umat nasrani saling mengucapkan “Syalom” ketia bertemu.

Sedangkan Fundamentalisme rejeksionis sangat bertentangan dengan pluralitas bangsa ini. Bahkan, bertentangan pula dengan kehendak tuhan tentang kebhinekaan,keberagaman.sebab itulah tuhan menciptakan manusia itu dari laki-laki dan perempuan,berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.

Fundamentalisme Rejeksionis memandang kehidupan ini dengan “kacamata kuda” Merasa paling benar sendiri, paling selamat sendiri, paling hebat sendiri, dan orang lain atau kelompok lain tidak ada yang benar. Fundamentalisme semacama ini yang kemudian melahirkan terror dan konflik dimana-mana, dan ini bukan monopoli pemeluk agama tertentu, melainkan dapat muncul dalam agama apapun karena agama bagi mereka sudah menjadi tujuan,bukan lagi sekedar jalan atau jembatan menuju tuhan.Fundamentalisme Islam bukanlah bayi yang baru lahir abad ke 19 atau 18, melainkan ia sudah ada sejak abad ke 6 dan 7. Pada zaman-zaman awal perkembangan Islam, telah muncul perpecahan di tengah ummat. Perpecahan awal tersebut sudah terjadi ketika Nabi wafat. Ummat Islam saat itu terpecah setidaknya dalam tiga kelompok untuk menentukan siapa pengganti Nabi. Perpecahan itu semakin nyata ketika Khalifah Utsman memerintah dan akhirnya terbunuh oleh sebuah gerakan pemberontakan yang menganggap Utsman nepotis. Khalifah Utsman kemudian digantikan oleh Ali. Pada masa Ali inilah terjadi perang Siffin yang sangat terkena dengan arbitrasenya. Dari sana pula ummat Islam semakin terpecah dalam tiga kelompok besar. Salah satu kelompok yang sangat radikal adalah Khawarij. Kelompok Khawarij ini banyak disebut sebagai cikal bakal fundamentalisme Islam. Kelahiran Khawarij sendiri disebut sebagai fitnatul qubro (fitnah besar). Khawarij melawan kelompok Muawiyah (pendukung Utsman) dan juga kelompok Ali.Maraknya terorisme dan radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat banyak kalangan ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan mengayomi semua ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa fundamentalisme Islam tidak ada hubungannya dengan Islam itu sendiri;fundamentalisme Islam adalah fenomena baru yang muncul di abad 19 atau 18; fundamentalisme hanyalah semacam reaksi terhadap tatanan kehidupan yang lebih global saat ini.[14]  Orang-orang menyebut fundamentalisme Islam sebagai gerakan pembebasan ketertindasan dari pihak Barat yang hegemonik dan dominatif. Hampir senada dengan itu, Karen Amstrong dan kawan-kawan melihat fenomena fundamentalisme sebagai reaksi terhadap modernitas yang semakin meminggirkan peran agama dalam kehidupan.

Menurut Armstrong, The Beattle for God, perayaan modernitas dan pengagungan subjek manusia ternyata mengosongkan relung kultur manusia. Berbeda dengan kaum fundamentalis dari golongan lain,fundamentalis islam lahir dari keterpurukan akan kezhaliman dan penindasan.akar-akar imprealisme yang mencengkram jantung negeri-negeri ahli qur’an membuat bangkitnya pergerakan pergerakan yang mengatasnamakan pembelaan terhadap nilai-nilai agama dan akidah yang terancam oleh para penindas.Pembentukan ARAMCO (Arabian American oil company) di Saudi Arabia yang notabene menguntungkan pihak amerika dan merugikan rakyat Saudi telah melahirkan seorang Osama bin Ladin yang menentang imprealisme  amerika di Saudi Arabia.pembentukan inggris di mesir melahirkan seorang Mujaddid Hasan al Banna yang mendirikan Ikhwanul Muslimin.konspirasi zionis di palestina telah Membakar semangat kaum muda palestina dengan HAMAS, brigader al aqsha. Kaum fasis Italia yang menginvasi libya telah membuat syeikh umar al mukhtar (lion du dessert) Mengangkat senjata. Seperti hukum Archimedes,jika sebuah benda di masukkan ke dalam air,maka  Tekanan yang diberikan sama besarnya ke permukaan air,sama halnya,ketika kaum penindas menzhalimi kaum muslim,mereka tidak sadar bahwa mereka telah melahirkan pergerakan dan harakah-harakah yang dengan gigih mempertahankan nilai-nilai luhur akidah dan harga diri mereka.dan jelaslah jawaban islam terhadap hal ini,perlawanan dan pergerakan militansi.pengusiran,pengeksploitasian bangsa dan tanah air telah membangunkan kaum fundamentalis untuk bergerak.Satu ciri keunikan Islam adalah bahwa semua kelompok yang sangat berbeda sekalipun masing-masing tidak pernah lari dari sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan hadits). Bukanhanya Islam fundamentalis yang mencari rujukan al-Qur’an, tapi juga Islam liberal, bahkan kaum sekuler Islam pun mengklaim punya landasan dalam al-Qur’an itu sendiri. Tidak sulit menemukan ayat-ayat provokatif yang ada dalam al-Qur’an yang seakan-akan melegitimasi gerakan fundamentalisme.فا قتلواالمشركين حيث وجدتموهم واحصروهم واقعدوالهم كلّ مرصد

maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian).

Terlepas dari perdebatan apakah ayat-ayat tersebut betul-betul untuk melegitimasi tindakan tidak toleran dan terorisme terhadap kelompok keyakianan yang lain atau tidak, yang jelas ayat-ayat seperti di atas betul-betul ada dalam al-Qur’an. Dan itu dipergunakan sejak abad ke-6 oleh orang-orang Islam radikal untuk pembantaian. Untuk membantai sesama Muslim sendiri, kaum khawarij akrab mempergunakan ayat :

وَمَنْ لَمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأولٓئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْن

(barang siapa yang tidak mengikuti hukum Allah, maka mereka adalah orang kafir).

Dan bagi kaum Khawarij, orang yang tidak mengikuti hukum Allah adalah mereka yang tidak bergabung dalam kelompoknya, dan mereka layak untuk dibunuh. Bukan hanya orang yang dianggap kaku pemikirannya yang melakukan tindakan teroris di dalam sejarah Islam, bahkan orang-orang yang dikenal rasional pun bersikap sangat fundamentalis. Pada masa pemerintahan kaum Mu’tazilah (sekte rasional di dalam Islam klasik), terjadi pembantaian besar-besaran terhadap mereka yang berbeda pendapat dengan kaum rasional Mu’tazilah. Salah satu korbannya adalah salah satu imam besar kaum Sunni, Imam Ahmad bin Hambal.



sumber : http://luluvikar.wordpress.com


Blog, Updated at: Monday, February 06, 2012

0 comments:

Post a Comment

Recent Post